«

»

Kebahagiaan Yang Hakiki Merupakan Hasil Akhir Pengabdian Seorang Hamba Alloh

BagikanPin on PinterestShare on FacebookShare on Google+Tweet about this on TwitterShare on LinkedInShare on Tumblr

q15Detik demi detik terus berlalu meninggalkan kita tanpa dapat kembali lagi ke detik-detik waktu tersebut, waktu berjalan perlahan dan akan terus berjalan, kita tidak bisa mengubah apapun yang telah terjadi, kita tidak bisa menarik perkataan yang telah terucap, kita tidak mungkin lagi mengulangi kegembiraan yang telah kita rasakan.

Tanpa terasa hidup kita sudah berada di bulan ke dua belas, di akhir tahun, apakah tahun depan kita masih diberi kesempatan untuk bernafas kembali menikmati indahnya segala ciptaan dan nikmat-Nya? Ataukah tahun ini adalah akhir dari kehidupan kita? Apa yang telah dan akan kita persiapkan untuk menghadapi suatu hari yang tak ada lagi sandiwara? Adakah karya nyata yang akan menolong dan menyelamatkan kita dari penderitaan yang tak bertepi serta membawa kepada kenikmatan yang tak terbatas? Jangan sampai kita seperti orang yang mengungkapkan kata-kata:

“Kalau saya kaya nanti, saya akan beribadah dengan tenang dan akan menunaikan kewajiban-kewajiban saya sebagai seorang muslim, saya akan lebih banyak lagi beramal kebaikan”.

Sudah banyak sekali contoh bahwa ungkapan tersebut hanyalah angan-angan kosong, karena belum tentu dia melakukannya pada saat kaya nanti, ibarat kisah tsa’labah yang bercita-cita ingin kaya dan minta didoakan oleh Rosululloh, di dalam pikirannya, “Ketika kaya nanti ingin lebih rajin beribadah, padahal Alloh sudah menakar kemampuan seseorang dengan firman-Nya:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al Baqarah, 2:286).

Pada saat tsa’labah sudah kaya bukanlah tambah taat beribadah, tapi justru lupa ibadah kepada Alloh karena sibuk mengurusi kambing yang semakin banyak hingga merasa sempit kota Madinah itu baginya dan tsa’labah akhirnya pergi ke suatu lembah, padahal Rosululloh sudah bersabda:

“Banyak amal perbuatan yang berbentuk amal Dunia lalu menjadi amal Akhirat, sebab niat yang benar. Dan banyak juga amal perbuatan yang kelihatannya amal Akhirat namun karena niat yang buruk maka menjadi amal Dunia”.

Kualitas seorang mu’min dinilai dari taqwanya (keterikatannya terhadap aturan Alloh) bukan yang lain, sehingga siapapun bisa mulia tanpa memandang kaya-miskin, tanpa memandang level profesi, tinggi rendahnya tingkat pendidikan dan tanpa memandang turunan ningrat bangsawan atau cacah rakyat jelata asalkan dia terikat dalam setiap aktifitasnya terhadap aturan Alloh (melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya). Si miskin dengan kemiskinannya dia bisa sabar dan taat kepada aturan Alloh, sedangkan si kaya dengan kekayaannya dia bisa bersyukur dan taat kepada aturan Alloh, semuanya bernilai pahala di sisi Alloh, kadar ketaqwaannyalah yang membedakan di antara keduanya.

Sebanyak apapun prestasi yang diraih, jika tidak berdasarkan iman, melanggar aturan Alloh dan tujuan yang salah, maka di sisi Alloh tidak ada nilai pahalanya, setinggi apapun prestasi orang yang tidak beriman maka tiada nilai apa-apa di sisi Alloh, setinggi apapun prestasi seorang muslim jika melanggar aturan Alloh dan salah tujuan, maka juga tidak mempunyai nilai apa-apa di sisi Alloh.

Hari-hari seorang mu’min yang baik senantiasa dikelilingi kemuliaan saat dirinya terikat dengan aturan Alloh, mulai dari hal kecil hingga yang besar, dirinya makan tidak hanya sekedar makan, tapi makannya untuk menguatkan ibadah ritual dan sosialnya, bisa belajar hingga berprestasi dan bekerja untuk mencapai kesejahteraan, membeli apa saja, tidak untuk mengikuti nafsu, karena jika dasarnya nafsu sama sekali tidak ada nilai pahalanya di sisi Alloh, hartanya dibelanjakan demi untuk tunduk kepada aturan Alloh, menuntut ilmunya dalam rangka memenuhi perintah Alloh, keluar keringat dan capeknya dinilai pahala di sisi Alloh, maka seluruh aktifitasnya bernilai pahala di sisi Alloh, mereka termasuk orang yang dimudahkan jalannya ke Surga oleh Alloh. Boleh menuntut ilmu dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan di masyarakat yang dengannya digunakan dalam rangka amar ma’ruf nahi munkar, menjalankan kebenaran dan menegakkan agama Alloh, begitupun juga orang bekerja, jika hanya untuk menumpuk-numpuk kekayaan tidak ada nilai pahalanya di sisi Alloh, yang banyak dirasakannya hanyalah mendapatkan rasa capek dari tumpukan harta yang diurusnya.

Seandainya kita bertanya kepada orang-orang di sekeliling kita tentang cita-cita mereka hidup di Dunia ini , tentu jawaban mereka semua sama, “Kami ingin bahagia”. Bahagia adalah keinginan dan cita-cita semua orang , meskipun semua orang ingin bahagia , mayoritas manusia tidak mengetahui bahagia yang sebenarnya dan tidak mengetahui cara untuk meraihnya, meskipun ada sebagian orang merasa gembira dan suka cita saat hidup di Dunia, akan tetapi kecemasan, kegalauan dan penyesalan itu merusak suka ria yang dirasakannya. Sehingga sebagian orang selalu merasakan kekhawatiran mengenai masa depan mereka, terlebih lagi ketakutan terhadap kematian, Alloh berfirman:

“Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS.Al Jumu’ah, 62:8).

Ada sekelompok manusia yang memahami hakikat kebahagiaan bahkan mereka sudah menempuh jalan untuk mencapainya, merekalah orang-orang yang beriman kepada Alloh, mereka memandang kebahagiaan itu terdapat dalam sikap taat kepada aturan Alloh, menjalankan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, mereka inilah yang mendapatkan ridho-Nya. Boleh jadi diantara mereka yang tidak mencukupi kebutuhan pokoknya setiap harinya, akan tetapi dia adalah seorang yang benar-benar bahagia dan bergembira bagaikan pemilik Dunia dan segala isinya karena dirinya seorang yang beriman, Alloh berfirman:

“Katakanlah, dengan karunia Alloh dan rahmat-Nya, hendakl ah dengan itu mer eka bergembira. Karunia Alloh dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus, 10:58).

Jika kebanyakan manusia kebingungan mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia, maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mu’min, karena bagi seorang mu’min jalan kebahagiaan itu sudah terpampang jelas di hadapannya, cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan. Terdapa berbagai keterangan dari wahyu Alloh sebagai kabar gembira bagi orang-orang yang beriman bahwasanya dirinya sudah berada di atas jalan yang lurus, jalan yang benar dan tepat, Alloh berfirman:

Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. Al An’aam, 6:153).

“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya yang demikian itu diperintahkan Alloh agar kamu kebanyakan manusia kebingungan . Jika mengenai jalan yang harus ditempuh menuju bahagia, maka hal ini tidak pernah dialami oleh seorang mu’min, karena bagi seorang mu’min jalan kebahagiaan itu sudah terpampang jelas di hadapannya, cita-cita agar mendapatkan kebahagiaan terbesar mendorongnya untuk menghadapi beragam kesulitan bertakwa”.

Jika di antara kita ada yang bertanya , bagaimanakah yang dirasakan bagi orang-orang yang bahagia dan orang-orang yang celaka itu, maka Alloh sudah memberikan jawaban dengan firman – Nya :

Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam Neraka , di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam Surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya”. (QS. Hud,11:106-108).

Jika di antara kita ada yang bertanya, bagaimanakah cara untuk menjadi orang yang berbahagia, maka Alloh sudah memberikan jawaban dengan firman-Nya:

Allah berfirman: “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. Thoha, 20:123-124)

dan juga dalam firman-Nya:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl, 16:97).

Kebahagiaan seorang mu’min semakin bertambah ketika dirinya semakin ikhlas dalam mengikuti petunjuk-Nya, kebahagiaan seorang mu’min semakin berkurang jika berkurang ke-ikhlas-annya dalam mengikuti petunjuk-Nya.

Seorang mu’min sejati itu selalu merasakan ketenangan hati dan kenyamanan jiwa, dia menyadari bahwasanya dirinya memiliki Tuhan (Robb) yang mengatur segala sesuatu dengan kehendak-Nya. Dari Abu Hurairah, Rosululloh bersabda:

“Sungguh menakjubkan keadaan orang-orang yang beriman, sesungguhnya seluruh keadaan orang yang beriman hanya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya. Demikian itu tidak pernah terjadi kecuali untuk orang-orang yang beriman, jika dirinya mendapatkan kesenangan maka dirinya akan bersyukur dan hal tersebut merupakan kebaikan untuknya, namun jika dirinya merasakan kesusahan maka dia akan bersabar dan hal tersebut merupakan kebaikan untuk dirinya”. (HR. Muslim).

Inilah yang merupakan puncak dari kebahagiaan, kebahagiaan adalah suatu hal yang abstrak, tidak bisa dilihat dengan mata seutuhnya, tidak bisa diukur dengan angka-angka tertentu dan tidak bisa dibeli dengan rupiah atau dengan benda apapun. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh seorang mu’min dalam dirinya, hati yang tenang, dada yang lapang dan jiwa yang tidak dirundung malang, itulah kebahagiaan, bahagia itu muncul dari dal am di ri seorang mu’min dan tidak bisa didatangkan dari luar.

Ciri-ciri orang yang merasakan kebahagiaan dalam hidupnya adalah orang-orang yang mensyukuri nikmat yang telah dianugerahkan-Nya, orang-orang yang sabar ketika mendapat cobaan dalam hidupnya dan orang-orang yang bertaubat ketika sadar dirinya telah melakukan kesalahan. Jika Alloh menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan di Dunia dan di Akhirat, maka Alloh akan memberikan taufik kepada dirinya untuk bertaubat saat melakukan kesalahan, merendahkan diri dihadapan-Nya dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk dilaksanakannya. Jika Alloh menginginkan kebaikan kepada hamba-Nya, maka Alloh akan memberikan cobaan kepadanya untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya, tetapi sebaliknya, jika Alloh tidak menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Alloh biarkan orang tersebut terus menerus dalam kesombongan dan ‘ujub.

Suatu hari Rosululloh bertanya kepada seorang sahabatnya: “Bagaimana kondisimu hari ini, wahai Hudzaifah?” tanya Rosululloh, dengan percaya diri ia menjawab: ”Alhamdulillah, ya Rosululloh, saat ini aku menjadi seorang mu’min yang kuat iman”. Rosululloh bertanya kembali, “Hai Hudzaifah, sungguh segala sesuatu itu ada buktinya, maka apa bukti dari pernyataanmu itu?” Jawab Hudzaifah: “Ya Rosululloh, tidak ada suatu pagi pun yang aku hidup padanya dan aku berharap untuk sampai pada sore hari, dan tiada sore pun yang aku hidup padanya dan aku berharap untuk sampai pagi hari, melainkan aku melihat dengan jelas di depan mataku Surga yang penduduknya bercanda ria menikmati keindahannya dan aku melihat Neraka dengan penghuninya yang berteriak menjerit histeris merasakan dahsyatnya siksa”. Rosululloh saw mengatakan: ”Kamu sudah tahu, maka berpegang teguhlah dengan apa yang kamu tahu”.

Kebahagiaan yang hakiki hanya akan didapatkan oleh orang yang berada pada jalan yang diridhoi Alloh, kebahagiaan yang hakiki hanya didapatkan oleh orang yang berada pada tempat yang diridhoi Alloh, Kebahagiaan yang hakiki di Akhirat hanya akan didapatkan oleh orang yang berada pada tempat yang diridhoi Alloh, yang tiada lain adalah Surga, kesengsaraan yang haki ki di Akhi rat hanya didapatkan oleh orang yang berada pada tempat yang dimurkai Alloh, yang tiada lain adalah Neraka. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Sesungguhnya di Dunia ini ada Surga, barangsiapa yang belum memasukinya, maka dia tidak akan memasuki Surga di Akhirat kelak”. Semoga Alloh memberi kepada kita pemahaman yang benar untuk dapat menjalani hidup dengan benar, memantapkan langkah kita hari ini dan selamanya pada jalan yang diridhoi-Nya serta menghantarkan kita pada kebahagiaan yang hakiki di Dunia ini sampai di Akhirat kelak. Aamiien…

BagikanPin on PinterestShare on FacebookShare on Google+Tweet about this on TwitterShare on LinkedInShare on Tumblr

1 comment

  1. Pak Pengamat

    SubhanAllah, kebahagiaan hakiki hanya bisa didapatkan dengan ketunduk patuhan kepada aturan Allah semata. Allahu Akbar.

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda dapat menggunakan tag dan atribut HTML berikut: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>